Laman

Rabu, 12 Maret 2014

SUBJEK DAN OBJEK HUKUM

BAB 2
SUBJEK DAN OBJEK HUKUM

1.    SUBJEK HUKUM
Subjek hukum adalah segala sesuatu yang dapat mempunyai hak dan kewajiban untuk bertindak dalam hukum yang terdiri dari orang dan badan hukum.
1.1 Manusia
Subyek hukum manusia, adalah setiap orang yang mempunyai kedudukan yang sama selaku pendukung hak dan kewajiban. Pada prinsipnya orang sebagai subjek hukum dimulai sejak lahir hingga meninggal dunia.
Ada juga golongan manusia yang tidak dapat menjadi subjek hukum, karen atidak cakap dalam melakukan perbuatan hukum yaitu :
a.    Anak yang masih dibawah umur, belum dewasa, dan belum menikah.
b.    Orang yang berada dalam pengampunan yaitu orang yang sakit ingatan, pemabuk, pemboros. Manusia biasa, manusia sebagai subyek hukum telah mempunyai hak dan mampu menjalankan haknya dan dijamin oleh hukum yang berlaku dalam hal itu menurut pasal 1 KUH Perdata menyatakan bahwa menikmati hak kewarganegaraan tidak tergantung pada hak kewarganegaraan.

1.2 Badan hukum
Subjek hukum badan hukum, adalah suatu perkumpulan atau lembaga yang dibuat oleh hukum dan mempunyai tujuan tertentu. Sebagai subjek hukum, badan hukum mempunyai syarat-syarat yang telah ditentukan oleh hukum yaitu :
a.    Memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan anggotanya;
b.    Hak dan Kewajiban badan hukum terpisah dari hak dan kewajiban para anggotanya.
Badan hukum terbagi atas 2 macam yaitu :
a.     Badan Hukum Privat
Badan Hukum Privat (Privat Recths Persoon) adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum sipil atau perdata yang menyangkut kepentingan banyak orang di dalam badan hukum itu. Dengan demikian, badan hukum itu merupakan badan swasta yang didirikan orang untuk tujuan tertentu, yakni mencari keuntungan, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan lain-lainnya menurut hukum yang berlaku secara sah.
b.    Badan Hukum Publik
Badan Hukum Publik (Publiek Rechts Persoon) adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan publik yang menyangkut kepentingan publik atau orang banyak atau negara umumnya.

·         Berkenaan dengan badan hukum, terdapat beberapa teori yang dikemukakan para ahli tentang badan hukum, yaitu:
a.     Teori fiksi
Badan hukum di anggap buatan negara saja, sebenarmya badan hukum itu tidak ada, hanya orang menghidupkan bayangannya sebagai subjek hukum yang dapat melakukan perbuatan hukum seperti manusia. Teori ini di kemukakan F. Carl Von Savigny.
b.    Teori harta kekayaan bertujuan (Doel vermogenstheorie)
Hanya manusia saja yang dapat menjadi subjek hukum. Adanya badan hukum di beri kedudukan sebagai orang disebabkan badan ini mempunyai hak dan kewajiban, yaitu hak atas harta kekayaan dan dengannya itu memenuhi kewajiban-kewajiban kepada pihak ke tiga. Penganut teori ini ialah Brinz dan Van der Heijden dari Belanda.
c.    Teori organ (Organnen theory)
Badan hukum ialah sesuatu yang sungguh-sungguh ada dalam pergaulan yang mewujudkan kehendaknya dengan perantaraan alat-alatnya (organ) yang ada padanya (pengurusnya). Jadi bukanlah sesuatu fiksi tapi merupakan makhluk yang sungguh-sungguh ada secara abstrak dari konstruksi yuridis. Teori ini dikemukakan oleh Otto von Gierke dan Z. E. Polano.
d.    Teori milik bersama (Propriete collectif theory)
Hak dan kewajiban pada badan hukum pada hakikatnya adalah hak dan kewajiban para anggota secara bersama-sama. Kekayaan badan hukum adalah kepunyaan bersama para anggota. Pengikut teori ini adalah Star Busmann dan Kranenburg.
e.    Teori kenyataan yuridis (Juridische realiteitsleer)
Badan hukum merupakan suatu realitet, konkret, riil, walaupun tidak bisa di raba, bukan khayal, tetapi kenyataan yuridis. Teori ini di kemukakan oleh Mejers.


2.    OBJEK HUKUM
Objek hukum adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi subjek hukum dan dapat menjadi objek dalam suatu hubungan hukum. Objek hukum berupa benda atau barang ataupun hak yang dapat dimiliki dan bernilai ekonomis.
Jenis objek hukum yaitu berdasarkan pasal 503-504 KUH Perdata disebutkan bahwa benda dapat dibagi menjadi 2, yakni benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen), dan benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderan).

2.1 Benda bergerak
a.    Benda yang bergerak karena sifatnya ialah benda yang tidak tergabung dengan tanah atau dimaksudkan untuk mengikuti tanah atau bangunan, jadi misalnya barang perabot rumah tangga.
b.    Benda yang bergerak karena penetapan undang-undang ialah misalnya vruchtgebruik dari suatu benda yang bergerak, lijfrenten, surat-surat sero dari suatu perseroan perdagangan, surat-surat obligasi negara, dan sebagainya.

2.2 Benda tidak bergerak
a.    Benda yang tidak bergerak karena sifatnya ialah tanah, termasuk segala sesuatu yang secara langsung atau tidak langsung, karena perbuatan alam atau perbuatan manusia, digabungkan secara erat menjadi satu dengan tanah itu. Jadi, misalnya sebidang pekarangan, beserta dengan apa yang terdapat di dalam tanah itu dan segala apa yang dibangun di situ secara tetap (rumah) dan yang ditanam di situ (pohon), terhitung buah-buahan di pohon yang belum diambil.
b.    Tidak bergerak karena tujuan pemakaiannya, ialah segala apa yang meskipun tidak secara sungguh-sungguh digabungkan dengan tanah atau bangunan, dimaksudkan untuk mengikuti tanah atau bangunan itu untuk waktu yang agak lama, yaitu misalnya mesin-mesin dalam suatu pabrik.
c.    Tidak bergerak karena memang demikian ditentukan oleh undang-undang, segala hak atau penagihan yang mengenai suatu benda yang tidak bergerak.
3.    HAK KEBENDAAN YANG BERSIFAT SEBAGAI PELUNASAN HUTANG (HAK JAMINAN) 
3.1 Pengertian
Hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan utang adalah hak jaminan yang melekat pada kreditur yang memberikan kewenangan kepadanya untuk melakukan ekekusi kepada benda melakukan yang dijadikan jaminan, jika debitur melakukan wansprestasi terhadap suatu prestasi (perjanjian). Perjanjian utang piutangn dalam KUHP tidak diatur secara terperinci, namun tersirat dalam pasal 1754 KUHP tentang perjanjian pinjam pengganti, yakni dikatakan bahwa bagi mereka yang meminjam harus mengembalikan dengan bentuk dan kualitas yang sama.
3.2 Penggolongan jaminan berdasarkan sifatnya
A.   Jaminan yang bersifat Umum.
Merupakan jaminan yang diberikan bagi kepentingan semua kreditur dan menyangkut semua harta benda milik debitur, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1131 KUHP, yaitu "segala harta/hak kebendaan si berhutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di masa mendatang, menjadi tanggungan untuk semua perikatan perorangan". Sedangkan pasal 1132 KUHP menyebutkan harta kekayaan debitur menjadi jaminan secara bersama-sama bagi semua kreditur yang memberikan hutang kepadanya. Jaminan umum bersifat ekonomis (dapat dinilai dengan uang) dan dapat dipindahtangankan haknya pada pihak lain.
B.    Jaminan yang bersifat Khusus.
Merupakan jaminan yang diberikan dengan penunjukan atau penyerahan atas suatu benda/barang tertentu secara khusus, sebagai jaminan untuk melunasi utang atau kewajiban debitur, baik secara kebendaan maupun perorangan, yang hanya berlaku bagi kreditur tertentu saja.
C.   Jaminan yang bersifat Kebendaan dan Perorangan.
Jaminan yang bersifat kebendaan adalah jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu benda tersebut. Penggolongan jaminan berdasarkan atau bersifat kebendaan dilembagakan dalam bentuk: hipotek (Pasal 1162 KUHPer), Hak Tanggungan, gadai, dan fidusia. Sedangkan jaminan yang bersifat perorangan, dapat berupa borgtoch (personal guarantee) yang pemberi jaminannya adalah pihak ketiga secara perorangan, dan jaminan perusahaan, yang pemberi jaminannya adalah suatu badan usaha yang berbadan hukum.



Sumber:


HUKUM DAN HUKUM EKONOMI

BAB 1
PENGERTIAN HUKUM DAN HUKUM EKONOMI

1.      PENGERTIAN HUKUM
Pengertian hukum menurut para ahli:
a.       Aristoteles
“Hukum hanya sebagai kumpulan peraturan yang tidak hanya mengikat masyarakat tetapi juga hakim. Undang-undang adalah sesuatu yang berbeda dari bentuk dan isi konstitusi; karena kedudukan itulah undang-undang mengawasi hakim dalam melaksanakan jabatannya dalam menghukum orang-orang yang bersalah.”
b.      Van Kant
“Hukum adalah serumpun peraturan-peraturan yang bersifat memaksa yang diadakan untuk mengatur melindungi kepentingan orang dalam masyarakat.”
c.        Plato
“Hukum adalah sistem peraturan-peraturan yang teratur dan tersusun baik yang mengikat masyarakat.”

Jadi dapat disimpulkan hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa yang gunanya untuk mengatur dan melindungi masyarakat, apabila peraturan tersebut dilanggar maka akan terkena sanksi. Dan peraturan untuk bangsa Indonesia terdapat di dalam pasal-pasal UUD 1945 yang dibuat oleh pemerintah.

2.      TUJUAN HUKUM DAN SUMBER-SUMBER HUKUM
2.1  Tujuan Hukum
Dalam menjalankan fungsinya sebagai sarana pengendali dan perubahan sosial, hukum memiliki tujuan untuk menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, damai, adil yang ditunjang dengan kepastian hukum sehingga kepentingan individu dan masyarakat dapat terlindungi. Dalam beberapa literatur Ilmu Hukum para sarjana hukum telah merumuskan tujuan hukum dari berbagai sudut pandang, dan paling tidak ada 3 teori:
a.       Teori etis
Teori etis pertama kali dikemukakan oleh filsuf Yunani, Aristoteles, dalam karyanya ethica dan Rhetorika, yang menyatakan bahwa hukum memiliki tujuan suci memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya. Menurut teori ini hukum semata-mata bertujuan demi keadilan. Isi hukum ditentukan oleh keyakinan etis kita mana yang adil dan mana yang tidak. Artinya hukum menurut teori ini bertujuan mewujudkan keadilan.
Mengenai isi keadilan, Aristoteles membedakan adanya dua macam keadilan; justitia distributive (keadilan distributif) dan justitia commulative (keadilan komuliatif). Keadilan distributif adalah suatu keadilan yang memberikan kepada setiap orang berdasarkan jasa atau haknya masing-masing. Makna keadilan bukanlah persamaan melainkan perbandingan secara proposional. Adapun keadilan kumulatif adalah keadilan yang diberikan kepada setiap orang berdasarkan kesamaan. Keadilan terwujud ketika setiap orang diperlakukan sama.
b.      Teori Utilitis
Menurut teori ini hukum bertujuan untuk menghasilkan kemanfaatan yang sebesar-besarnya pada manusia dalam mewujudkan kesenangan dan kebahagiaan. Penganut teori ini adalah Jeremy Bentham dalam bukunya “Introduction to the morals and legislation.” Pendapat ini dititik beratkan pada hal-hal yang berfaedah bagi orang banyak dan bersifat umum tanpa memperhatikan aspek keadilan.
c.       Teori Campuran
Menurut Apeldoorn tujuan hukum adalah mengatur tata tertib dalam masyarakat secara damai dan adil. Mochtar Kusumaatmadja menjelaskan bahwa kebutuhan akan ketertiban ini adalah syarat pokok (fundamental) bagi adanya masyarakat yang teratur dan damai. Dan untuk mewujudkan kedamaian masyarakat maka harus diciptakan kondisi masyarakat yang adil dengan mengadakan perimbangan antara kepentingan satu dengan yang lain, dan setiap orang (sedapat mungkin) harus memperoleh apa yang menjadi haknya. Dengan demikian pendapat ini dikatakan sebagai jalan tengah antara teori etis dan utilitis.

Pada umumnya hukum ditujukan untuk mendapatkan keadilan, menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat serta mendapatkan manfaat atas dibentuknya hukum tersebut. selain itu, menjaga dan mencegah agar tiap orang tidak menjadi hakim atas dirinya sendiri, namun setiap perkara harus diputuskan oleh hakim berdasarkan dengan ketentuan yang berlaku.
2.2  Sumber Hukum
Sumber hukum dapat ditinjau dari:
1.      Sumber hukum material, yaitu sumber-sumber hukum yang dapat ditinjau dari berbagai sudut.
2.      Sumber hukum formil ialah:
a.       Undang-undang, ialah suatu peraturan yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat diadakan dan dipelihara oleh penguasa negara.
b.      Kebiasaan, ialah perbuatan yang tetap dilakukan secara terus-menerus sehingga menjadi hal sama.
c.       Keputusan hakim, ialah keputusan hakim yang terjadi karena adanya rangkaian keputusan serupa yang menjadi dasar bagi pengadilan untuk mengambil keputusan.
d.      Trakat, ialah perjanjian antara dua negara atau lebih dimana pihak-pihak yang bersangkutan terikat oleh isi perjanjian tersebut, atau setiap perjanjian harus ditaati dan ditepati.
e.       Pendapat sarjana hukum, ialah pendapat yang dibuat oleh para sarjana hukum atau para ahli yang terkenal dalam ilmu pengetahuan hukum. Bagi hukum internasional pendapat para sarjana hukum merupakan sumber hukum yang sangat penting.

3.      KODIFIKASI HUKUM
3.1  pengertian Kodifikasi Hukum
Kodifikasi adalah pembukuan jenis-jenis hukum tertentu dalam undang-undang secara sistematis dan lengkap.
Menurut teori ada dua macam kodifikasi hukum, yaitu :
a.       Kodifikasi terbuka, adalah kodifikasi yang membuka diri terhadap terdapatnya tambahan-tambahan diluar induk kondifikasi.
b.      Kodifikasi tertutup, adalah semua hal yang menyangkut permasalahannya dimasukan ke dalam kodifikasi atau buku kumpulan peraturan.
3.2  Bentuk Hukum
Menurut bentuknya hukum dapat dibedakan menjadi:
a.       Hukum tertulis (Statute Law = Written Law), yaitu hukum yang dicantumkan dalam peraturan-peraturan. Mengenai hukum tertulis, ada yang telah dikodifikasikan, dan yang belumdikodifikasikan.
·         Tujuan kodifikasi dari hukum tertulis adalah:
a)      Untuk memperoleh kepastian hukum;
b)      Untuk memperoleh penyederhanaan hukum;
c)      Untuk memperoleh kessatuan hukum.

b.      Hukum tidak tertulis (Unstatutery Law = Unwritten Law), yaitu hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis namun berlakunya ditaati seperti suatu perundang-undangan, atau bisa disebut juga hukum kebiasaan.

·         Unsur-unsur kodifikasi:
a)      Jenis-jenis hukum tertentu (misalnya hukum perdata)
b)      Sistematis
c)      Lengkap 
d)      
3.3  Contoh Kodifikasi Hukum:
a.       Di Eropa
1.      Corpus Iuris Civilis
(mengenai Hukum Perdata) yang diusahakan oleh kaisarJustianus dari kerajaan Romawi Timur dalam tahun 527 – 565.2.
2.      Code Civil 
(mengenai Hukum Perdata) yang diusahakan oleh KaisarNapoleon di Perancis dalam tahun 1604.
b.      Di Indonesia
1.      Kitab Undang-Undang Hukum Sipil (01 Mei 1848);
2.      Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (01 Mei 1848);
3.      Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (01 Januari 1918);
4.      Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP), 31 Desember 1981.

4.      KAIDAH/NORMA
4.1  Pengertian Norma atau Kaidah
Norma adalah aturan atau pedoman perilaku dalam suatu kelompok tertentu. Norma berisi petunjuk-petunjuk untuk hidup, di mana di dalamnya terdapat perintah atau larangan bagi setiap manusia untuk berperilaku sesuai dengan aturan yang ada, sehingga tercipta sebuah kondisi yang disebut keteraturan atau ketertiban. 
4.2  Fungsi atau Kegunaan Norma:
a.       Sebagai pedoman atau patokan hidup yang berlaku bagi semua anggota masyarakat pada wilayah tertentu;
b.      Memberikan stabilitas dan keteraturan dalam kehidupan bermasyarakat;
c.       Mengikat warga masyarakat, karena norma disertai dengan sanksi dan aturan yang tegas bagi para pelanggarnya;
d.      Menciptakan kondisi dan suasana yang tertib dalam masyarakat;
e.       Merupakan wujud konkret dari nilai yang ada di masyarakat. 

4.3  Macam-macam Norma:
a.       Norma Agama, yaitu peraturan hidup yang harus diterima manusia sebagai perintah-perintah, larangan-larangan dan ajaran-ajaran yang bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa. Apabila melanggar norma ini akan mendapat sanksi dari Tuhan yaitu berupa “siksa” kelak di akhirat.
b.      Norma Kesusilaan, yaitu peraturan hidup yang berasal dari suara hati sanubari manusia. Pelanggaran norma kesusilaan ialah pelanggaran perasaan yang berakibat penyesalan. Norma kesusilaan bersifat umum dan universal, dapat diterima oleh seluruh umat manusia.
c.        Norma Kesopanan, yaitu norma yang timbul dan diadakan oleh masyarakat itu sendiri untuk mengatur pergaulan sehingga masing-masing anggota masyarakat saling hormat menghormati. Akibat dari pelanggaran terhadap norma ini ialah dicela sesamanya, karena sumber norma ini adalah keyakinan masyarakat yang bersangkutan itu sendiri.
d.      Norma Hukum, yaitu peraturan-peraturan yang timbul dan dibuat oleh lembaga kekuasaan negara. Isinya mengikat setiap orang dan pelaksanaanya dapat dipertahankan dengan segala paksaan oleh alat-alat negara, sumbernya bisa berupa peraturan perundang- undangan, yurisprudensi, kebiasaan, doktrin, dan agama.

5.      PENGERTIAN EKONOMI DAN HUKUM EKONOMI
5.1  Pengertian Ekonomi
Pengertian ekonomi secara umum adalah sebuah bidang kajian tentang pengurusan sumber daya material individu, masyarakat, dan negara untuk meningkatkan kesejahteraan hidup manusia. Karena ekonomi merupakan ilmu tentang perilaku dan tindakan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang bervariasi dan berkembang dengan sumber daya yang ada melalui pilihan-pilihan kegiatan produksi, konsumsi dan atau distribusi.
Ekonomi adalah salah satu ilmu yang mempelajari aktivitas manusia yang berkatian dengan produksi, distribusi, serta konsumsi dengan barang dan jasa. Ekonomi berasal dari bahasa Yunani, yaitu oikos dan nomos.  Secara keseluruhan, ekonomi merupakan sebagai manajemen suatu perusahaan. Ahli ekonomi atau ekonom disebut orang menggunakan konsep ekonomi dan data setiap pekerjaan dalam bekerja.
5.2  Pengertian Hukum Ekonomi
Hukum ekonomi adalah suatu hubungan sebab akibat atau pertalian peristiwa ekonomi yang saling berhubungan satu dengan yang lain dalam kehidupan ekonomi sehari-hari dalam masyarakat.
Hukum ekonomi dibedakan menjadi:
a.       Hukum ekonomi pembangunan, yaitu meliputi pengaturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara meningkatkan dan mengembangankan kehidupan ekonomi Indonesia secara Nasional.
b.      Hukum Ekonomi sosial, yaitu menyangkut pengaturan pemikiran hukum mengenai cara-cara pembagian hasil pembangunan ekonomi nasional secara adil dan martabat kemanusiaan (hak asasi manusia).
·         Contoh hukum ekonomi:
a.       Jika harga sembako atau sembilan bahan pokok naik maka harga-harga barang lain biasanya akan ikut merambat naik.
b.      Apabila pada suatu lokasi berdiri sebuah pusat pertokoan hipermarket yang besar dengan harga yang sangat murah maka dapat dipastikan peritel atau toko-toko kecil yang berada di sekitarnya akan kehilangan omset atau mati gulung tikar.
c.        Semakin tinggi bunga bank untuk tabungan maka jumlah uang yang beredar akan menurun dan terjadi penurunan jumlah permintaan barang dan jasa secara umum.

Sumber: