BAB
8
KEBIJAKAN
PEMERINTAH
1.
Kebijakan Selama
A. Kebijakan
selama periode 1966-1969
Mengenai kebijakan pemerintah mulai
Periode 1966-1969 sampai periode pelita V. Pada periode 1966-1969 Pemerintah
lebih memusatkan perhatian pada kebijakan mengenai proses perbaikan dan
penghapusan semua unsur dari peniggalan pemerintahan orde lama yang mengandung
unsur komunisme. Pada masa ini pemerintah berjuang untuk menekan tingkat
inflasi yang tinggi karena pemerintahan orde lama.
B. Kebijakan
Selama Periode Pelita 1
· Kebijaksanaan
pada periode ini dimulai dengan :
I. Peraturan
Pemerintah No.16 Tahun1970, mengenai penyempurnaan tata niaga bidang eksport
dan import.
II. Peraturan
Agustus 1971, mengenai devaluasi mata uang rupiah terhadap dolar, dengan
sasaran pokoknya yaitu:
o
Kestabilan haga bahan pokok
o
Peningkatan nilai ekspor
o
Kelancaran impor
o
Penyebaran barang di dalam negeri
Pada periode ini menitikberatkan pada sektor
pertanian dan industri yang menunjang sektor pertanian.
C. Kebijakan Selama Periode Pelita II(1
April 1974 – 31 Maret 1979)
Pada periode Pelita II,pemerintah lebih memfocuskan
perhatian mereka pada sektor pertanian. Langkah yang diambil pemerintah adalah
dengan meningkatkan industri yang mengelola bahan mentah menjadi bahan baku. Contoh:
karet, kayu, minyak dan timah. Adapun tujuan yang ingin dicapai dari
kebijakan ini adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat dibidang sandang, pangan,
perumahan, sarana dan prasarana, serta memperluas lapangan kerja. Pada periode
ini,pemerintah sangat mempertahankan daya produk local,sehingga pemerintah mengeluarkan
kebijakan fiskal dengan cara menghapus pajak ekspor. Pemerintah
memfokuskan PMA dan PMDN untuk mendorong investasi dalam negeri, yang
menghasilakn cadangan devisa negara naik dari $ 1,8 milyar mencapai angka $
2,58 milyar dan naiknya tabungan pemerintah dari Rp 255 milyar menjadi Rp 1.522
milyar pada periode pelita II. Sedangkan kebijakan moneter yang diambil
masyarakat pada pperiode ini adalah meningkatkan hasil produksi nasional dan
daya saing komoditi ekspor . Adapun hasil yang dicapai dengan diterapkannya
system kebijakan ini adalah pemerintah berhasil meningkatkan pertumbuhan
ekonomi rata-rata penduduk. Selalin itu,bidang industry juga mengalami
kemajuan yang pesat. Hal ini terbukti dengan perbaikan jalan dan jembatan.
D. Kebijakan Periode pelita III(1
April 1979 – 31 Maret 1984)
Pada periode ini pemerintah lebih memfokuskan pada
Trilogi Pembangunan yang bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang adil
berdasarkan dengan UUD 1945 dan Pancasila. Tujuan dan kebijaksanaan ekonomi
yang hendak dicapai pada periode ini mencakup segala bidang. Sistem kebijakan
ini memfokuskan pada sector pertanian menuju swasembada pangan dan meningkatkan
industry yang mengolah bahan mentah menjadi bahan jadi.
Adapun Isi Trilogi Pembagunan tersebut adalah :
o
Pemerataan
pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
o
Pertumbuhan
ekonomi yang cukup tinggi.
o
Stabilitas
nasional yang sehat dan dinamis.
Pembangunan nasional system ini
berpedom pada Trilogi pembangunan dan Delapan Jalur Pemerataan, yang
intinya ingin mencapai adalah kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat dalam
suasana politik dan ekonomi yang stabil.
E. Kebijakan peroide pelita IV
Pada periode ini,pemerintah lebih menitik beratkan
pada sektor pertanian, dan meningkatkan sektor industri baik yang menghasilkan
alat industri berat maupun yang ringan. Pada periode ini, Indonesia berhasil
melakukan swasembada beras. Kemampuan Indonesia memproduksi beras mencapai 28,5
Ton pada saat itu. Dan atas keberhasilan inilah Indonesia mendapat penghargaan
pada tahun 1985 dari organisasi FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia).
Adapun kebijakan-kebijakan yang dilakukan pemerintah
selama periode ini adalah sebagai berikut:
o
Kebijakan
inpres No. 5 tahun 1985, dengan carameningkatkan ekspor non migas dan
pengurangan biaya yang tinggi.
o
Paket
kebijakan 6 Mei, dengan cara sektor swasta disorong untuk berperan dalam bidang
ekspor dan penanaman modal.
o
Paket
devaluasi 1986, dengan cara melakukan pinjaman ke luar negeri dan di dorong
dengan jatuhnya harga minya dunia.
o
Paket
kebijakan 25 Oktober 1986, dengan cara menderegulasi bidang perdagangan,
moneter dan penanaman modal dngan cara penurunan bea masuk impor untuk komoditi
bahan penoong dan bahan baku, proteksi produksi yang lebih efisien, dan
kebijakan penanaman modal.
o
Paket
kebijakan 15 Januari 1987, dengan cara meningkatkan efisiensi, inovasi dan
produktivitas sektor industri menengah ke atas.
2.
Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter adalah proses mengatur persediaan uang sebuah
negara untuk mencapai tujuan tertentu, seperti: menahan inflasi, mencapai pekerja penuh atau lebih sejahtera. Kebijakan
moneter dapat melibatkan mengeset standar bunga pinjaman, “margin requirement”, kapitalisasiuntuk bank atau bahkan bertindak
sebagai peminjam usaha terakhir atau
melalui persetujuan melalui negosiasi dengan pemerintah lain.
3.
Kebijakan Fiskal
Kebijakan Fiskal adalah suatu kebijakan
ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik
dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan ini
mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar, namun
kebijakan fiskal lebih mekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja
pemerintah.
Kebijakan
yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka mendapatkan dana-dana dan
kebijaksanaan yang ditempuh oleh pemerintah untuk membelanjakan dananya
tersebut dalam rangka melaksanakan pembangunan. Atau dengan kata lain,
kebijakan fiskal adalah kebjakan pemerintah yang berkaitan dengan penerimaan
atau pengeluaran Negara.
Dari semua unsure APBN hanya pembelanjaan Negara atau pengeluaran dan Negara dan pajak yang dapat diatur oleh pemerintah dengan kebijakan fiscal. Contoh kebijakan fiscal adalah apabila perekonomian nasional mengalami inflasi,pemerintah dapat mengurangi kelebihan permintaan masyarakat dengan cara memperkecil pembelanjaan dan atau menaikkan pajak agar tercipta kestabilan lagi. Cara demikian disebut dengan pengelolaan anggaran.
Dari semua unsure APBN hanya pembelanjaan Negara atau pengeluaran dan Negara dan pajak yang dapat diatur oleh pemerintah dengan kebijakan fiscal. Contoh kebijakan fiscal adalah apabila perekonomian nasional mengalami inflasi,pemerintah dapat mengurangi kelebihan permintaan masyarakat dengan cara memperkecil pembelanjaan dan atau menaikkan pajak agar tercipta kestabilan lagi. Cara demikian disebut dengan pengelolaan anggaran.
Tujuan kebijakan fiscal
adalah untuk mempengaruhi jalannya perekonomian. Hal ini dilakukan dengan jalan
memperbesar dan memperkecil pengeluaran komsumsi pemerintah (G), jumlah
transfer pemerntah (Tr), dan jumlah pajak (Tx) yang diterima pemerintah
sehingga dapat mempengaruhi tingkat pendapatn nasional (Y) dan tingkat
kesempatan kerja (N).
Tujuan
utama kebijakan fiskal ialah untuk mencegah pengangguran dan menstabilkan
harga. Implementasinya untuk menggerakkan Pos penerimaan dan pengeluaran dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dengan semakin kompleksnya
struktur ekonomi perdagangan dan keuangan, maka semakin rumit pula cara
penanggulangan inflasi. Kombinasi beragam harus digunakan secara tepat, seperti
kebijakan fiskal, kebijakan moneter, perdagangan dan penentuan harga. Dalam
kebijakan fiskal, inflasi dikendalikan dengan surplus anggaran, sedangkan dalam
kerangka kebijakan moneter, inflasi dikendalikan dengan tingkat bunga dan
cadangan wajib. Piranti kebijakan yang perlu dipersiapkan adalah:
·
Pajak untuk sektor swasta
·
Pinjaman pada masyarkat
·
Pengeluaran Pemerintah untuk
pengendalian pengangguran
Apabila
piranti kebijakan dimaksud ternyata gagal, maka cara yang tepat dengan MENCETAK
UANG. Uang yang dicetak oleh pemerintah harus dijamin dengan cadangan devisa
yang cukup, agar uang yang beredar di masyarakat aman.
· Macam-macam
Kebijakan Fiskal
a.
Functional
finance
:
Pembiayaan pemerintah yang bersifat fungsional
b.
The managed
budget approach : Pendekatan pengelolaan Anggaran
c.
The stabilizing
budget : Stabilisasi anggaran yang otomatis,
apabila model ini gagal, maka pemerintah dapat meningkatkan pengeluarannya
seperti dengan menaikkan gaji PNS atau subsidi
d.
Balance budget
approach : Pendekatan Anggaran Belanja
berimbang, namun bila terlambat penyesuaian (Perubahan Anggaran Keuangan), maka
kepercayaan masyarakat akan hilang.
4.
Kebijakan Fiskal dan Moneter di sektor
luar negeri
Kebijakan
fiskal akan mempengaruhi perekonomian melalui penerimaan negara dan pengeluaran
negara. Disamping pengaruh dari selisih antara penerimaan dan pengeluaran
(defisit atau surplus), perekonomian juga dipengaruhi oleh jenis sumber
penerimaan negara dan bentuk kegiatan yang dibiayai pengeluaran negara.Di dalam
perhitungan defisit atau surplus anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN),
perlu diperhatikan jenis-jenis penerimaan yang dapat dikategorikan sebagai
penerimaan negara, dan jenis-jenis pengeluaran yang dapat dikategorikan sebagai
pengeluaran negara. Pada dasarnya yang dimaksud dengan penerimaan negara adalah
pajak-pajak dan berbagai pungutan yang dipungut pemerintah dari perekonomian
dalam negeri, yang menyebabkan kontraksi dalam perekonomian. Dengan demikian
hibah dari negara donor serta pinjaman luar negeri tidak termasuk dalam
penerimaan negara.Di lain sisi, yang dimaksud dengan pengeluaran negara adalah
semua pengeluaran untuk operasi pemerintah dan pembiayaan berbagai proyek di
sektor negara ataupun badan usaha milik negara. Dengan demikian pembayaran
bunga dan cicilan hutang luar negeri tidak termasuk dalam perhitungan
pengeluaran negara.Dari perhitungan penerimaan dan pengeluaran negara tersebut,
akan diperoleh besarnya surplus atau defisit APBN. Dalam hal terdapat surplus
dalam APBN, hal ini akan menimbulkan efek kontraksi dalam perekonomian, yang
besarnya tergantung kepada besarnya surplus tersebut . Pada umumnya surplus
tersebut dapat dipergunakan sebagai cadangan atau untuk membayar hutang
pemerintah (prepayment).Dalam hal terjadi defisit, maka defisit tersebut dapat
dibayai dengan pinjaman luar negeri (official foreign borrowing) atau dengan
pinjaman dalam negeri. Pinjaman dalam negeri dapat dalam bentuk pinjaman
perbankan dan non-perbankan yang mencakup penerbitan obligasi negara
(government bonds) dan privatisasi. Dengan demikian perlu ditegaskan bahwa
penerbitan obligasi negara merupakan bagian dari pembiayaan defisit dalam
negeri non-perbankan yang nantinya diharapkan dapat memainkan peranan yang
lebih tinggi. Hal yang paling penting diperhatikan adalah menjaga agar hutang
luar negeri atau hutang dalam negeri tersebut masih dalam batas-batas kemampuan
negara (sustainable).
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar