Laman

Rabu, 03 Juli 2013

KEBIJAKAN PEMERINTAH

BAB 8
KEBIJAKAN PEMERINTAH

1.      Kebijakan Selama
A.    Kebijakan selama periode 1966-1969
Mengenai kebijakan pemerintah mulai Periode 1966-1969 sampai periode pelita V. Pada periode 1966-1969 Pemerintah lebih memusatkan perhatian pada kebijakan mengenai proses perbaikan dan penghapusan semua unsur dari peniggalan pemerintahan orde lama yang mengandung unsur komunisme. Pada masa ini pemerintah berjuang untuk menekan tingkat inflasi yang tinggi karena pemerintahan orde lama.
B.     Kebijakan Selama Periode Pelita 1
·    Kebijaksanaan pada  periode ini dimulai dengan :
I.       Peraturan Pemerintah No.16 Tahun1970, mengenai penyempurnaan tata niaga bidang eksport dan import.
II.    Peraturan Agustus 1971, mengenai devaluasi mata uang rupiah terhadap dolar, dengan sasaran pokoknya yaitu:
o   Kestabilan haga bahan pokok
o    Peningkatan nilai ekspor
o   Kelancaran impor
o   Penyebaran barang di dalam negeri
Pada periode ini  menitikberatkan pada sektor pertanian dan industri yang menunjang sektor pertanian.

C.     Kebijakan Selama Periode Pelita II(1 April 1974 – 31 Maret 1979)
Pada periode Pelita II,pemerintah lebih memfocuskan perhatian mereka pada sektor pertanian. Langkah yang diambil pemerintah adalah dengan meningkatkan industri yang mengelola bahan mentah menjadi bahan baku. Contoh: karet, kayu, minyak dan timah. Adapun tujuan yang ingin dicapai dari kebijakan ini adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat dibidang sandang, pangan, perumahan, sarana dan prasarana, serta memperluas lapangan kerja. Pada periode ini,pemerintah sangat mempertahankan daya produk local,sehingga pemerintah mengeluarkan kebijakan fiskal dengan cara menghapus pajak ekspor. Pemerintah memfokuskan PMA dan PMDN untuk mendorong investasi dalam negeri, yang menghasilakn cadangan devisa negara naik dari $ 1,8 milyar mencapai angka $ 2,58 milyar dan naiknya tabungan pemerintah dari Rp 255 milyar menjadi Rp 1.522 milyar pada periode pelita II. Sedangkan kebijakan moneter yang diambil masyarakat pada pperiode ini adalah meningkatkan hasil produksi nasional dan daya saing komoditi ekspor . Adapun hasil yang dicapai dengan diterapkannya system kebijakan ini adalah pemerintah berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi rata-rata penduduk. Selalin itu,bidang industry  juga mengalami kemajuan yang pesat. Hal ini terbukti dengan perbaikan jalan dan jembatan.
D.    Kebijakan Periode pelita  III(1 April 1979 – 31 Maret 1984)
Pada periode ini pemerintah lebih memfokuskan pada Trilogi Pembangunan yang bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang adil berdasarkan dengan UUD 1945 dan Pancasila. Tujuan dan kebijaksanaan ekonomi yang hendak dicapai pada periode ini mencakup segala bidang. Sistem kebijakan ini memfokuskan pada sector pertanian menuju swasembada pangan dan meningkatkan industry yang mengolah bahan mentah menjadi bahan jadi.
Adapun Isi Trilogi Pembagunan tersebut adalah :
o   Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
o   Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
o   Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
Pembangunan nasional system ini berpedom  pada Trilogi pembangunan dan Delapan Jalur Pemerataan, yang intinya ingin mencapai adalah kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat dalam suasana politik dan ekonomi yang stabil.
E.     Kebijakan peroide pelita IV
Pada periode ini,pemerintah lebih menitik beratkan pada sektor pertanian, dan meningkatkan sektor industri baik yang menghasilkan alat industri berat maupun yang ringan. Pada periode ini, Indonesia berhasil melakukan swasembada beras. Kemampuan Indonesia memproduksi beras mencapai 28,5 Ton pada saat itu. Dan atas keberhasilan inilah Indonesia mendapat penghargaan pada tahun 1985 dari organisasi FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia).
Adapun kebijakan-kebijakan yang dilakukan pemerintah selama periode ini adalah sebagai berikut:
o   Kebijakan inpres No. 5 tahun 1985, dengan carameningkatkan ekspor non migas dan pengurangan biaya yang tinggi.
o   Paket kebijakan 6 Mei, dengan cara sektor swasta disorong untuk berperan dalam bidang ekspor dan penanaman modal.
o   Paket devaluasi 1986, dengan cara melakukan pinjaman ke luar negeri dan di dorong dengan jatuhnya harga minya dunia.
o   Paket kebijakan 25 Oktober 1986, dengan cara  menderegulasi bidang perdagangan, moneter dan penanaman modal dngan cara penurunan bea masuk impor untuk komoditi bahan penoong dan bahan baku, proteksi produksi yang lebih efisien, dan kebijakan penanaman modal.
o   Paket kebijakan 15 Januari 1987, dengan cara meningkatkan efisiensi, inovasi dan produktivitas sektor industri menengah ke atas.
2.      Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter adalah proses mengatur persediaan uang sebuah negara untuk mencapai tujuan tertentu, seperti: menahan inflasi, mencapai pekerja penuh atau lebih sejahtera. Kebijakan moneter dapat melibatkan mengeset standar bunga pinjaman, “margin requirement”, kapitalisasiuntuk bank atau bahkan bertindak sebagai peminjam usaha terakhir atau melalui persetujuan melalui negosiasi dengan pemerintah lain.
3.      Kebijakan Fiskal
Kebijakan Fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar, namun kebijakan fiskal lebih mekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja pemerintah.
Kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka mendapatkan dana-dana dan kebijaksanaan yang ditempuh oleh pemerintah untuk membelanjakan dananya tersebut dalam rangka melaksanakan pembangunan. Atau dengan kata lain, kebijakan fiskal adalah kebjakan pemerintah yang berkaitan dengan penerimaan atau pengeluaran Negara.
Dari semua unsure APBN hanya pembelanjaan Negara atau pengeluaran dan Negara dan pajak yang dapat diatur oleh pemerintah dengan kebijakan fiscal. Contoh kebijakan fiscal adalah apabila perekonomian nasional mengalami inflasi,pemerintah dapat mengurangi kelebihan permintaan masyarakat dengan cara memperkecil pembelanjaan dan atau menaikkan pajak agar tercipta kestabilan lagi. Cara demikian disebut dengan pengelolaan anggaran.
Tujuan kebijakan fiscal adalah untuk mempengaruhi jalannya perekonomian. Hal ini dilakukan dengan jalan memperbesar dan memperkecil pengeluaran komsumsi pemerintah (G), jumlah transfer pemerntah (Tr), dan jumlah pajak (Tx) yang diterima pemerintah sehingga dapat mempengaruhi tingkat pendapatn nasional (Y) dan tingkat kesempatan kerja (N).
Tujuan utama kebijakan fiskal ialah untuk mencegah pengangguran dan menstabilkan harga. Implementasinya untuk menggerakkan Pos penerimaan dan pengeluaran dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dengan semakin kompleksnya struktur ekonomi perdagangan dan keuangan, maka semakin rumit pula cara penanggulangan inflasi. Kombinasi beragam harus digunakan secara tepat, seperti kebijakan fiskal, kebijakan moneter, perdagangan dan penentuan harga. Dalam kebijakan fiskal, inflasi dikendalikan dengan surplus anggaran, sedangkan dalam kerangka kebijakan moneter, inflasi dikendalikan dengan tingkat bunga dan cadangan wajib. Piranti kebijakan yang perlu dipersiapkan adalah:
·    Pajak untuk sektor swasta
·    Pinjaman pada masyarkat
·    Pengeluaran Pemerintah untuk pengendalian pengangguran
Apabila piranti kebijakan dimaksud ternyata gagal, maka cara yang tepat dengan MENCETAK UANG. Uang yang dicetak oleh pemerintah harus dijamin dengan cadangan devisa yang cukup, agar uang yang beredar di masyarakat aman.
· Macam-macam Kebijakan Fiskal
a.       Functional finance : Pembiayaan pemerintah yang bersifat fungsional
b.      The managed budget approach : Pendekatan pengelolaan Anggaran
c.       The stabilizing budget : Stabilisasi anggaran yang otomatis, apabila model ini gagal, maka pemerintah dapat meningkatkan pengeluarannya seperti dengan menaikkan gaji PNS atau subsidi
d.      Balance budget approach : Pendekatan Anggaran Belanja berimbang, namun bila terlambat penyesuaian (Perubahan Anggaran Keuangan), maka kepercayaan masyarakat akan hilang.

4.      Kebijakan Fiskal dan Moneter di sektor luar negeri
Kebijakan fiskal akan mempengaruhi perekonomian melalui penerimaan negara dan pengeluaran negara. Disamping pengaruh dari selisih antara penerimaan dan pengeluaran (defisit atau surplus), perekonomian juga dipengaruhi oleh jenis sumber penerimaan negara dan bentuk kegiatan yang dibiayai pengeluaran negara.Di dalam perhitungan defisit atau surplus anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), perlu diperhatikan jenis-jenis penerimaan yang dapat dikategorikan sebagai penerimaan negara, dan jenis-jenis pengeluaran yang dapat dikategorikan sebagai pengeluaran negara. Pada dasarnya yang dimaksud dengan penerimaan negara adalah pajak-pajak dan berbagai pungutan yang dipungut pemerintah dari perekonomian dalam negeri, yang menyebabkan kontraksi dalam perekonomian. Dengan demikian hibah dari negara donor serta pinjaman luar negeri tidak termasuk dalam penerimaan negara.Di lain sisi, yang dimaksud dengan pengeluaran negara adalah semua pengeluaran untuk operasi pemerintah dan pembiayaan berbagai proyek di sektor negara ataupun badan usaha milik negara. Dengan demikian pembayaran bunga dan cicilan hutang luar negeri tidak termasuk dalam perhitungan pengeluaran negara.Dari perhitungan penerimaan dan pengeluaran negara tersebut, akan diperoleh besarnya surplus atau defisit APBN. Dalam hal terdapat surplus dalam APBN, hal ini akan menimbulkan efek kontraksi dalam perekonomian, yang besarnya tergantung kepada besarnya surplus tersebut . Pada umumnya surplus tersebut dapat dipergunakan sebagai cadangan atau untuk membayar hutang pemerintah (prepayment).Dalam hal terjadi defisit, maka defisit tersebut dapat dibayai dengan pinjaman luar negeri (official foreign borrowing) atau dengan pinjaman dalam negeri. Pinjaman dalam negeri dapat dalam bentuk pinjaman perbankan dan non-perbankan yang mencakup penerbitan obligasi negara (government bonds) dan privatisasi. Dengan demikian perlu ditegaskan bahwa penerbitan obligasi negara merupakan bagian dari pembiayaan defisit dalam negeri non-perbankan yang nantinya diharapkan dapat memainkan peranan yang lebih tinggi. Hal yang paling penting diperhatikan adalah menjaga agar hutang luar negeri atau hutang dalam negeri tersebut masih dalam batas-batas kemampuan negara (sustainable).

Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar